Diary Gadis Depresi


Ada masa dalam hidup dimana kita berada di persimpangan. Persimpangan dua keputusan: Stay atau Leave. Tetap disini atau pergi. Semua usaha yang dikerahkan untuk memperbaiki keadaan dan memperbaiki hubungan telah menyerap energi jiwa kita hingga lebih dari sekedar habis. 

Kalau ada istilah “nyawa defisit” ya itulah keadaan nyawa kita saat di persimpangan ini. Karena semua usaha yang dilakukan terus membuat masalah baru, luka baru. Kehancuran cinta yang baru. Lagi.
 
Ratusan pertanyaan terus bermunculan hingga menjadi kumpulan puisi penuh tanda tanya. Tanda tanya yang diwarnai kemarahan, kehampaan, kelinglungan. Lelah mencari pegangan dan akhirnya kita menyerah pada ketersesatan. Pada kegelapan.

Dan datanglah saran untuk pergi meninggalkan semua ini. Bahwa mungkin dengan “pergi”, kita akan menjadi lebih bahagia. Bahwa dengan pergi…. Mungkin kita akan mendapatkan apa yang kita rasa memang pantas dapatkan. Bukan kemarahan, cacian, buang-buang waktu berharga yang mestinya bisa digunakan untuk membuat karya bagi dunia.

Semua waktu dan tenaga terbuang, hingga menjadi kerugian bagi dunia. Dan kesakitan yang tak berujung tusukan pisaunya dalam hati ini.

Sangat mudah cinta membawa kita terbang, namun samgat mudah juga cinta jatuhkan kita ke dalam jurang.

Waktu berlalu begitu lambat, memasukanku makin dalam ke pusaran air lava yang membakar warna yang pernah terpancar dari mata ini.

Aku masih muda, apakah pantas aku terima bakaran ini?
Kenapa tak sekalian saja tampar aku? Tendang injak wajahku ke tanah?


Atau diagnosa aku dengan penyakit terparah vonis aku mati 2-3 bulan lagi?

Tuhan ijinkan aku pingsan, ijinkan aku tidur dalam mimpi.

Ijinkan aku terbang jauh dalam dunia khayalan.


Ijinkan aku lupa, dan masuk ke alam yang tidak pernah nyata.


Tapi TIDAK.

Kata Tuhan.

Sepertinya aku mendengar suara Tuhan yang menggema di dinding2 organ jantung dan paru-paruku.

Diam-diam Tuhan mengijinkanku mendengar pesannya. Walau suara itu sangat jauh dan samar. Mungkin kata-Nya, “kau tidak akan mati, aku akan membakarmu di neraka dunia ini, tapi kau akan bertahan….dan kau akan….”


Hanya sampai situ. Lalu hilang. Tak terdengar lagi suaranya.
Entah Tuhan yang menjauh atau aku yang memilih menutup telinga hatiku dari bawah sadarku.


Lalu aku menghukum diriku. Memperlihatkan kelemahanku demi mencari setitik cinta dan perhatian, darinya. Hanya darinya, sumber kehidupanku selama umur hidupku.

Namun tak kudapat perhatian itu, hingga kutenggak sekian butir harapan untuk mati sementara. Hanya sementara. Agarku dapat pelukannya, saat nanti kuhidup lagi.

Pelukan yang kunanti-nanti selama ini. Pelukan takut. Takut jika ku pergi darinya. Pelukan yang menyatakan bahwa ia butuh. BUTUH KEBERADAANKU.

Aku masih kecil. Pikirku lagi.

Kenapa aku harus tumbuh besar dalam ikatan tanaman berduri ini.


Namun…

Meskipun begitu aku masih percaya, aku punya setitik harapan di hatiku.


Aku tau aku masih pantas untuk memimpikan setitik cahaya dihati ini.


Seberapa hinanya aku di mata makhluk dunia yang semuanya sungguh aku cinta dan aku maafkan sejak hari pertama.


Dan mungkin setitik cahaya itu yang mendorong kaki dan jiwaku dengan tiupan angin yang tak terlihat dan tak terasa. Meniupkan sehembus nyawa demi nyawa. Tetap defisit namun ajaib, karena aku tetap bisa hidup.

Dan hari itu sampai. Di mana nerakaNya makin nyata depan mataku. Cahaya api menggelora membakar kewarasanku. Aku gila. Kata mereka.

Dan aku tetap menganga dengan sempurna, membiarkan api ciptaanNya masuk membakar rohku yang telah busuk dan usang. Membakar setan-setan di paru-paru dan jiwa tempat dulu aku bernyanyi melodi indah.

Aku depresi, kata para makhluk dunia. Namun aku meloncat ke 100 tahun dimasa depan jiwaku, kata jujur hatiku.

Aku terselamatkan. Karena aku membuka rangkulanku, menerima dengan suka lebih dari gembira. Saat terbakar neraka Yang Maha Kuasa. Karena jiwa kecilku tahu, inilah jalanku menuju dingin sejuknya Surga.

Dan aku belajar satu nilai kehidupan yang tidak ternilai oleh milyaran berlian. Oleh uang semua kerajaan. Bahwa….

“Mungkin satu hal yang paling kita cintai, adalah satu hal yang justru paling sulit untuk kita pertahankan.”

Membuat kita hancur, luka, sakit, jatuh, dan ingin pergi. Dan ketika kita memutuskan untuk STAY. 

Neraka akan membakar hangus jiwa lama kita. Agar kita terlahir baru, menjadi manusia bahagia yang dapat menciptakan cinta menjadi nyata. Dalam mensyukuri keberadaan “satu hal yang paling kita cintai tadi.”

Allah Maha Kuasa, Maha Pecinta. Ia-lah Segalanya.
Dan kali ini aku mampu mendengar sisa bisikannya yang dulu belum jelas ku dengar.


Yaitu,


“Kau tidak akan mati, aku akan membakarmu di neraka dunia ini, tapi kau akan bertahan….dan kau..

Kau akan memahami bagaimana memaafkan mereka, menerima mereka, dan mencintai mereka. Juga mencintai dirimu sendiri. Dan kau akan dapatkan lagi bahagia itu. Kali ini, sebagai hadiahKu atas usahamu sendiri.”



                                                                                                                            JOHAN ANDY AGASI